Setiap tahun ratusan
ribu lulusan SMA atau SMK
berbondong-bondong mencari perguruan tinggi (PT) yg sesuai dengan
bakat,selera dan kantong orang tuanya,tetapi daya tampung PT sangat terbatas. Sementara
itu, lulusan PT tidak mudah mendapatkan pekerjaan atau pekerjaanya tdk sesuai
dengan bidang studinya. Haruskah semua lulusan sekolah masuk PT dan menjadi
sarjana? knpa pasar tdk memerlukan atau mencari tenaga terampil?...
Lebih
dari 80% iklan lowongan pekerjaan mencari lulusan PT,minimum S1,bahkan dengan
IP yang cukup tinggi, misalnya diatas 2,75. Jarang dijumpai iklan yang mencari
lulusan D3 apalagi SMU atau sekolah kejuruan. kalau kita jujur, pasar
sebenarnya tdk memerlukan kualifikasi setinggi sarjana, kalau kita antri
diloket-loket pelayanan publik, mendengar cara menjawab operator telpon kantor
atau resepsionis hotel,perawat klinik,pemandu wisata,dsb,kita mungkin akan
mendapatkan kesan berbeda dgn penampilan atau kualitas layanan mereka, namun
satu yg barangkali umum kita jumpai adalah bahwa mereka adalah orang-orang yang
dilatih untuk melakukan pekerjaan itu. Siapa yang merawat fasilitas umum seperti
pembangkit listrik, pesawat terbang, kapal laut, jaringan telpon dan
sebagainya? disektor pertanian kita mungkin juga bertanya siapa yg bekerja di
industri agro, pengolahan pasca panen, manufaktur dan pemasrannya ? Siapa yang
memikirkan pelatihan yg berkualitas di sektor-sektor ini? Perguruan tinggi?
saya rasa tidak..
Sekolah
kejuruan yang dulu dikenal dengan nama STM,SMEA,SKKA hanya diganti labelnya
menjadi SMK,tetapi tidak mendapatkan sarana latihan yang seharusnya dimiliki. Masyarakat
juga kurang menghargai karena pemerintah juga tidak jelas dalam dalam
menyiapkan jenjang karier mereka. Sangat logis kalau orang tua mengirim anak
mereka ke SMA dengan harapan mereka akan dapat kuliah dan memperoleh gelar
sarjana.
Tugas
pemerintah dimana pun sebenarnya hanya dua,yaitu membuat kebijakan atau
rugulasi dan memberikan instrumen finansialnya. Apakah yang dekerjakan
Depertemen tenaga kerja selama ini? Pernahkah mereka duduk dengan rekan-rekannya
dari Depertemen Perindustrian dan Depertemen pendidikan nasional untuk
memikirkan dan mempromosikan penyaluran tenaga kerja terlatih yang berbeda dengan
tenaga terdidik yang dinamakan sarjana? Sampai sejauh mana pendidikan kedinasan
di berbagai depertemen diatur penyalurannya dan dijaga kualitasnya? Sebelum kita
mampu menghargai orang-orang terampil dan hanya kertas ijazah yang menjadi
persyaratan merekrut tenaga kerja, kegiatan jual beli gelar kesarjanaan akan
tetap subur dan produksi ijazah aspal (asli tapi palsu) akan terus berlanjut. Bahkan
tidak jarang dijumpai akademi,tempat kursus dan sejenisnya terus berusaha agar
dapat diakreditasi menjadi sekolah tinggi bahkan universitas, asal dapat
“mencetak” sarjana meski gedungnya hanya sebuah ruko atau rumah tinggal.
Kita
boleh berterik tentang nasionalisme dan patriotisme, tapi harga diri bangsa
tidak boleh kita lucuti sendiri dengan hal-hal yang kurang terpuji. Mendidik
anak-anak perlu pengorbanan seluruh anggota keluarga, terutama orang tua.
Begitu juga mendidik generasi muda bangsa, masyarakat harus diajak berikhtiar
secara terhormat dengan prakarsa pemerintah yang memiliki wibawa dan
kesungguhan dalam mencerdaskan anak-anaknya yang kian hari menjadi
generasi-generasi prematur.
Anchu
Panrita.
14 Februari 2014
EmoticonEmoticon