Oleh Nurdiansyah,S.H (Mantan Ketua BEM FH-UH)
Foto By Nurdiansyah |
BULUKUMBA (SEMAKIN) KEREN. Menjadi Keren tidak
mesti dengan berkunjung ke tempat-tempat mewah nang elit semisal Mall dan
Coffee Shop ternama, tidak harus berpenampilan mewah dan menggunakan Assesoris
bermerk, dan tidak harus dengan memakai kamera berkapasitas ratusan Mega Pixel
yang menghasilkan gambar yang hampir sempurna. MENJADI KEREN bagi saya adalah
dengan tahu dari mana saya berasal, bangga punya daerah yang indah, penampilan
apa adanya serta tahu mau berbuat apa sebagai KAWAN MUDA. BULUKUMBA KEREN bukan
hanya karena pantainya yang indah semata, bukan hanya perahu phinisnya.
Masyarakat pribumi bulukumba tentu tahu betul kalau tanah kelahirannya MEMANG KEREN.
Berwisata pantai berpasir putih mereka tidak harus ke pulau dewata bali, ingin
beragrowisata tidak harus ke malang, ingin mengetahui sejarah islam tidak harus
ke jawa timur, ingin melihat lebih dekat kekayaan kearifan lokal tidak harus ke
banten. Kenapa? Karena semuanya ada di Bulukumba, maka tidak salah kalau
beberapa bulan terakhir ini kita selalu mendengar kata “BULUKUMBA KEREN”.
Foto By Nurdiansyah |
Bicara tentang sejarah, pantai,
buah-buahan, dan pemandangan indah mungkin sudah sangat umum, tapi bicara
tentang kearifan lokal mungkin masih kurang, lama sebelum pantai apparallang
tenar via media social sebagai salah satu objek wisata terbaru nang indah,
Bulukumba lebih dulu terkenal dengan kebudayaan dan kearifan lokalnya,
Masyarakat Hukum Adat Kajang Ammatoa yang berada di bagian timur kabupaten
bulukumba yang terkenal dengan pakaian serba hitam salah satunya. Di Kajang
Ammatoa punya nilai histori kebudayaan yang tinggi, selain bisa melihat secara
dekat masyarakat adat dengan kesederhanaannya, kita juga bisa tahu banyak tentang
sisi lain dari Kajang Ammatoa. Kearifan lokal masyarakat setempat yang kemudian
menjadikannya banyak diketahui banyak orang, sisi lainnya adalah selain
adatnya, di Kajang Ammatoa juga terdapat kesenian tradisional baik tarian
maupun alat musik. Dan tidak ketinggalan kerajinan tangan masyarakat Kajang
Ammatoa. Di Kajang Ammatoa terdapat kerajianan tangan berupa kerajian tenun
sarung hitam atau dalam bahasa setempat lebih dikenal dengan ‘Lipa’ Le’lleng’
(Sarung Hitam) yang telah lama digeluti oleh masyarakat setempat, Lipa’
Le’lleng’ sendiri terbuat dari bahan dasar benang dan untuk mendapatkan unsur
warna hitamnya, masyarakat setempat menggunakan pewarna alami dari dedaunan
pohon yang tumbuhnya hanya di hutan adat Kajang Ammatoa. Alat yang digunakan juga
masih sangat sederhana dan pengetahuannya tentang tenun ‘Lipa’ Le’lleng’
didapatkan masyarakat secara turun temurun. tepat 2 tahun silam saat saya
berkunjung ke kajang tanah toa dalam misi penelitian tugas akhir, saya sempat
menemui beberapa pengrajing tenun dan tokoh masyarakat Kajang Ammatoa untuk
berdiskusi, salah satu yang saya diskusikan adalah harapan mereka dengan
warisan luluhur ini (‘Lipa’ Le’lleng’) mereka berharap ada perhatian serius
pemerintah daerah dalam hal ini bupati bulukumba dan kepala dinas terkait dalam
pengembangan dan pelestarian tenun ‘Lipa’ Le’lleng’, usaha tersebut sebenarnya
telah dilakukan oleh masyarakat dan pemerintah namun kurang maksimalnya usaha
mereka dan kurang pedulinya pemerintah dalam pengembangan dan pelestarian tenun
‘Lipa’ Le’lleng’ di Kajang Ammatoa menurut saya menjadi kendala sehingga tenun
‘Lipa’ Le’lleng’ di Kajang Ammatoa hanya sekedar kerajian tangan semata sebagai
cendera mata dan atau sarung untuk kebutuhan sehari-hari mereka semata. Padahal
kerajian tersebut harus dikembangkan setidaknya ada industri kreatif di daerah
tersebut yang muaranya untuk peningkatan taraf ekonomi masyarakat setempat yang
kesehariannya lebih mengandalkan hasil pertanian dan perkebunannya. Sebagai
seorang mahasiswa waktu itu tidak banyak yang bisa dilakukan, langkah praktis
dan akademis hanya bisa saya lakukan melalui hasil penelitian berupa masukan
akademis untuk pemerintah yang sedang saya kerjakan waktu itu selebihnya
perubahan itu ada di tangan dan kehendak pemerintah daerah. Waktu itu saya
hanya berangan-angan bahwa dimasa mendatang ketika saya kembali ke daerah ini
lagi maka taraf kehidupan masyarakat setempat meningkat melalui bantuan
pemerintah daerah dan menjadikan Kajang Ammatoa sebagai sentra industri kreatif
tenun sarung hitam ‘Lipa’ Le’lleng’, karena dengan adanya sentra industri
kreatif semaacam itu, Bulukumba akan punya identitas tambahan setelah kapal
phinisinya, roda perekonomian semakin kencang dan meningkatkan taraf hidup
masyarakat, meningkatkan kunjungan wisatawan, dan tentunya Bulukumba bisa
mendunia dengan industri kreatif tersebut. Namun Asa perubahan itu kemudian
muncul dan keyakinan akan diperhatikannya para penenun ‘Lipa’ Le’lleng’ di
Kajang Ammatoa. Setelah pergantian bupati dan wakil bupati di bulukumba desember
silam.
Foto By Camera Saddam Husain |
Salah satu misi Sukri-Tomi untuk 5 tahun
kepemimpinannya mengakomodir harapan masyarakat setempat dan tentunya angan
saya. Saya sendiri sebagai KAWAN MUDA percaya akan etos kerja kolaborasi kedua
pemimpin beda generasi tersebut. Indonesia sendiri akan maju jika di daerah
dibangun melaui kearifan lokal dan dipimpin oleh orang-orang yang berkualitas
secara pikiran dan tindakan, teringat kata-kata Ridwan Kamil (Walikota Bandung)
“Indonesia tidak hanya Jakarta, mitos pusat segalanya itu harus dibongkar, saya
yakin indoensia maju jika di daerah juga dipimpin orang-orang terpercaya dan
progresif secara merata”. Lebih lanjut ditangan beliau lah saya kira angan saya
bisa terwujud jadi kenyataan dan ketika saya kembali ke Kajang Ammatoa beberapa
tahun mendatang telah terjadi perubahan signifikan dan tentunya BULUKUMBA
(SEMAKIN) KEREN. Amin
Tamalanrea, 03 Maret 2016
EmoticonEmoticon