-->

Lembaga Mahasiswa Kuantitas atau Kualitas?

 BEM Fakultas Hukum Univesitas Hasanuddin periode 2012-2013

Seiring perjalanan sejarah kelembagaan mahasiswa khususnya lembaga kemahasiswaan baik di tingkat universitas maupun tingkat fakultas yang kita kenal sebagai wadah dan ruang aspiratif untuk para kaum-kaum intelektual dengan berbeda latar berkumpul untuk belajar, berbagi ilmu, pengalaman dan melatih softskill, serta berpegang teguh terhadap ideologi-ideologi yang bersifat solutif untuk berbagai permasalahan-permasalahan sosial dan terkhusus dalam dunia kampus.

Namun kini seakan termakan oleh dinamika perkembangan zaman yang semakin hari menyayat sedikit demi sedikit dari setiap sendi-sendi dunia kelembagaan mahasiswa. Hari ini boleh dikatakan lembaga mahasiswa mulai kehilangan orientasi akan visinya sebagai sebuah hakikat terbentuknya sebuah lembaga. Ketika kita bercermin terhadap pergerakan-pergerakan lembaga mahasiswa masa orde baru hingga reformasi yang telah melalui jalan yang panjang hingga saat ini sangatlah jauh berbeda dari segi orientasi terbentuknya, hingga proses, dan metode untuk mempertahankan eksistensi dari sebuah lembaga.

Disamping pengaruh modernisasi saat ini kelembagaan mahasiswa tidak dapat dinafikkan bahwa banyak lembaga-lembaga mahasiswa yang terbentuk secara instan dan mengatasnamakan mahasiswa, begitupun yang sudah ada sejak dulu kehilangan arah dan tujuan sebagaimana mestinya. Ini semua terjadi karena pergeseran paradigma oleh mahasiswa akan urgensinya dalam berlembaga. Timbulnya tipologi-tipologi mahasiswa yang bersifat opurtunis dan pragmatis. 

Dibalik semua itu orientasi terbentuknya sebuah lembaga terkadang hanya untuk kepentingan-kepentingan segelintir orang yang berusaha mengumpulkan massa untuk mewujudkan hasrat kekuasaan yang bersifat materil dan individualis. Sehingga menghalalkan segala cara untuk mempertahankan eksistensinya. Mulai dari sistem rekruitmen kader yang tidak lagi memprioritaskan kualitas, sehingga menimbulkan suasana kompetitif untuk penggemukan anggota setiap lembaga, hingga sistem doktrinasi terhadap kader atau pun pengurus dengan memanfaatkan kemampuan retorika yang bersifat agitatif. Begitupun dengan program-program yang dijalankan lebih mendominasi kegiatan-kegiatan yang lebih bersifat event organizing dan ceremonial belaka.

Efektivitas jalannya roda organisasi atau lembaga tidak dapat dipungkiri bahwa sistem kaderisasi sangatlah urgen untuk kontinuitas lembaga dalam jangka panjang, akan tetapi dengan keberadaan kuantitas dengan minimnya kualitas kader sebagai tolok ukur keberhasilan sebuah lembaga menjadi sebuah boomerang yang akan menghancurkan lembaga mahasiswa secara perlahan tapi pasti. Seringnya terjadi perselisihan atau pun sengketa antar lembaga mahasiswa salah satu faktor tidak berkualitasnya anggota ataupun pengurus dalam mengelolah lembaga, internalisasi nilai-nilai dalam berlembaga kurang tersosialisasikam dengan baik, sehingga perencanaan dan pelaksanaan program tidak berjalan optimal. Ini semua menjadi benih-benih timbulnya konflik, misalnya ada angggota dari lembaga x yang melakukan tindakan yang mengancam nama baik lembaga kemudian mengatasnamakan dirinya dari lembaga lain sebagai bentuk penyelamatan lembaganya, ketidakprofesionalan anggota atau pun pengurus juga bisa menjadi pemicu konflik internal ataupun eksternal dalam lembaga. Yang seharusnya lembaga-lembaga kemahasiswaan tingkat universitas, fakultas ataupun lembaga eksternal lainnya adalah mitra untuk pencapaian visi secara bersama-sama bukannya menjadi lawan dalam perebutan anggota demi penggemukan jumlah anggota masing-masing lembaga dengan mengeyeampingkan kualitasnya. Itulah dinamika dalam berlembaga yang tidak akan menjadi alasan untuk menutup ruang memikirkan konsep-konsep yang lebih inovatif dan revolusioner untuk tatanan kelembagaan mahasiswa sebagaimana yang kita harapkan.

Saat ini untuk pemikir-pemikir lembaga yang modern seharusnya tidak lagi memikirkan akan kuantitas, walaupun itu sangat penting yang jelas ada keselarasan dengan kualitasnya. Bung Karno misalnya yang cuma membutuhkan sepuluh orang pemudah saja untuk mengguncang dunia setidaknya memperjelas bahwa kualitas jauh lebih urgen dalam membangun dan mempertahankan sebuah ideologi khususnya wadah perkumpulan misalnya lembaga mahasiswa. Walaupun hanya beberapa orang yang mempunyai keinginan besar dan dasar yang kuat untuk memperjuangkan sebuah kebenaran semuanya bisa dilakukan. Efisiensi SDM, konsistensi, dan loyalitas dan partisipasi aktif dalam berlembaga dapat menjadi pendongkrak untuk memudahkan pencapaian tujuan dari berlembaga dan dapat meminimalisir konflik-konflik internal lembaga ataupun konflik antar lembaga. Sehingga terjadi keharmonisan baik antar anggota dan pengurus begitupun antara lembaga yang satu dengan lainnya, demi terciptanya sebuah ruang yang ideal yang mampu menampung dan menyelesaikan masalah.



EmoticonEmoticon